Senin, 28 November 2011

tema arsitektur simbolisme


Arsitektur Simbolisme adalah perihal pemakaian simbol (lambang) untuk mengekspresikan ide-ide secara arsitektural yang akan dapat diperlihatkan jati diri suatu karya arsitektur dan sekaligus mempunyai makna dan nilai-nilai simbolik yang dapat dihasilkan melalui bentuk, struktur dan langgam.
  Interpretasi Tema
Penggunaan simbolisme terbagi dua, yaitu:
1.       Simbolisme secara langsung
Penggunaan metaphora secara langsung/jelas dipengaruhi oleh sebuah sifat dasar pada objek itu sendiri, sehingga makna yang timbul dari objek tersebut menyerupai artinya. Misalnya tempat penjualan alat musik, dengan bentuk bangunan seperti piano.
2.       Simbolisme tidak langsung/tersamar
Suatu bentuk akan memberikan suatu makna yang tersamar pada jenis bangunan tertentu yang merupakan suatu simbol yang timbul untuk memenuhi fungsi bangunan tersebut.

Untuk memudahkan dalam penerapan simbol pada bangunan, terlebih dahulu kita melihat beberapa penggolongan jenis simbol guna mengidentifikasi dalam konsep perancangan:
  • simbol yang tersamar yang menyatakan peran dari bentuk
  • simbol sebagai unsur pengenal
  • simbol metafora
          Metafora merupakan suatu istilah yang memiliki arti sesuatu seperti (something like). Metafora juga merupakan suatu istilah yang didasarkan pada kesamaan (similarity). Metafora merupakan suatu ungkapan bentuk yang mengharapkan tanggapan dari para pengamat.
Metafora adalah suatu bentuk yang apabila diamati akan mempunyai makna yang berbeda-beda bagi orang awam yang mengamatinya. Hal ini tergantung pada latar belakang masyarakat, yaitu tingkat kecerdasan dan pengalaman. Sebab mereka cenderung akan membandingkan bangunan yang mereka amati dengan bangunan lain atau benda lain yang pernah dilihatnya.
Metafora dapat dibagi dalam tiga bagian, yaitu:[1]
1.       metafora yang tidak dapat diraba (Intangible Metaphor)
Berangkat dari suatu konsep, ide, hakikat manusia dan nilai-nilai seperti individualisme, naturalisme, komunikasi, tradisi dan kebudayaan.
2.       metafora yang nyata (Tangible Metaphor)
Berangkat dari nilai-nilai visual serta spesifikasi/karakter tertentu dari sebuah benda.
3.       Metafora kombinasi (Combine Metaphor)
Merupakan gabungan dari tangible metaphor dan intangible metaphor.

Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa yang sangat berperan dalam penyampaian maksud oleh suatu bangunan/perancang arsitektur adalah bentuk dan simbol. Dapat dikatakan bentuk merupakan unsur yang dapat memberikan suatu kesan pertama bagi pengamat. Bentuk dapat menyampaikan maksud dan fungsi dari bangunan tersebut. Sedangkan simbol sangat berperan dalam komunikasi arsitektur.


[1] Pierce, dalam Deconstruction, a Student Guide. 1991

tema arsitektur simbolisme


Arsitektur Simbolisme adalah perihal pemakaian simbol (lambang) untuk mengekspresikan ide-ide secara arsitektural yang akan dapat diperlihatkan jati diri suatu karya arsitektur dan sekaligus mempunyai makna dan nilai-nilai simbolik yang dapat dihasilkan melalui bentuk, struktur dan langgam. 
Interpretasi Tema
Penggunaan simbolisme terbagi dua, yaitu:
1.       Simbolisme secara langsung
Penggunaan metaphora secara langsung/jelas dipengaruhi oleh sebuah sifat dasar pada objek itu sendiri, sehingga makna yang timbul dari objek tersebut menyerupai artinya. Misalnya tempat penjualan alat musik, dengan bentuk bangunan seperti piano.
2.       Simbolisme tidak langsung/tersamar
Suatu bentuk akan memberikan suatu makna yang tersamar pada jenis bangunan tertentu yang merupakan suatu simbol yang timbul untuk memenuhi fungsi bangunan tersebut.

Untuk memudahkan dalam penerapan simbol pada bangunan, terlebih dahulu kita melihat beberapa penggolongan jenis simbol guna mengidentifikasi dalam konsep perancangan:
  1. simbol yang tersamar yang menyatakan peran dari bentuk
  2. simbol sebagai unsur pengenal
  3. simbol metafora

metafora merupakan suatu istilah yang memiliki arti sesuatu seperti (something like). Metafora juga merupakan suatu istilah yang didasarkan pada kesamaan (similarity). Metafora merupakan suatu ungkapan bentuk yang mengharapkan tanggapan dari para pengamat.
Metafora adalah suatu bentuk yang apabila diamati akan mempunyai makna yang berbeda-beda bagi orang awam yang mengamatinya. Hal ini tergantung pada latar belakang masyarakat, yaitu tingkat kecerdasan dan pengalaman. Sebab mereka cenderung akan membandingkan bangunan yang mereka amati dengan bangunan lain atau benda lain yang pernah dilihatnya.
Metafora dapat dibagi dalam tiga bagian, yaitu:[1]
1.       metafora yang tidak dapat diraba (Intangible Metaphor)
Berangkat dari suatu konsep, ide, hakikat manusia dan nilai-nilai seperti individualisme, naturalisme, komunikasi, tradisi dan kebudayaan.
2.       metafora yang nyata (Tangible Metaphor)
Berangkat dari nilai-nilai visual serta spesifikasi/karakter tertentu dari sebuah benda.
3.       Metafora kombinasi (Combine Metaphor)
Merupakan gabungan dari tangible metaphor dan intangible metaphor.

Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa yang sangat berperan dalam penyampaian maksud oleh suatu bangunan/perancang arsitektur adalah bentuk dan simbol. Dapat dikatakan bentuk merupakan unsur yang dapat memberikan suatu kesan pertama bagi pengamat. Bentuk dapat menyampaikan maksud dan fungsi dari bangunan tersebut. Sedangkan simbol sangat berperan dalam komunkasi arsitektur.


[1] Pierce, dalam Deconstruction, a Student Guide. 1991

perancangan perpustakaan di Banda Aceh





Rabu, 02 November 2011

matahari-ku

kau adalah matahari buatku..
terbit dan tenggelam.. tak pernah menetap..seperti ucapmu dr awal. 
kau datang sesaat tp slalu menghangatkan.
tidak pernah berjanji untuk terbit.. tp slalu berusaha untuk terbit,
semendung apapun awan itu menghalangimu.
Dan itu sudah sangat cukup buatku!
Namun kini awan gelap senantiasa menutupimu.
dan mungkin aku tidak akan lagi..
melihat sinar indahmu.. dan
merasakan kehangatanmu.
semoga kau selalu tersenyum wahai matahariku
dibelahan dunia manapun kau bersinar kini.

Prosesi perkawinan adat Aceh

Tahapan melamar (Ba Ranup)

 

Ba Ranup (ba-membawa ranup-sirih) merupakan suatu tradisi turun temurun yang tidak asing lagi dilakukan dimana pun oleh masyarakat Aceh, saat seorang pria melamar seorang perempuan.
Untuk mencarikan jodoh bagi anak lelaki yang sudah dianggap dewasa maka pihak keluarga akan mengirim seorang yang dirasa bijak dalam berbicara (disebut seulangke) untuk mengurusi perjodohan ini. Jika seulangke telah mendapatkan gadis yang dimaksud maka terlebih dahulu dia akan meninjau status sang gadis. Jika belum ada yang punya, maka dia akan menyampaikan maksud melamar gadis itu.
Pada hari yang telah disepakati datanglah rombongan orang-orang yang dituakan dari pihak pria ke rumah orangtua gadis dengan membawa sirih sebagai penguat ikatan berikut isinya. Setelah acara lamaran selesai, pihak pria akan mohon pamit untuk pulang dan keluarga pihak wanita meminta waktu untuk bermusyawarah dengan anak gadisnya mengenai diterima-tidaknya lamaran tersebut. 

Tahapan Pertunangan (Jak ba Tanda)

 

Bila lamaran diterima, keluarga pihak pria akan datang kembali untuk melakukan peukong haba (peukong-perkuat, haba-pembicaraan) yaitu membicarakan kapan hari perkawinan akan dilangsungkan, termasuk menetapkan berapa besar uang mahar yang diterima (disebut jeulamee) yang diminta dan berapa banyak tamu yang akan diundang. Biasanya pada acara ini sekaligus diadakan upacara pertunangan (disebut jak ba tanda jak-pergi, ba-membawa tanda-tanda,artina berupa pertanda sudah dipinang-cincin).
Pada acara ini pihak pria akan mengantarkan berbagai makanan khas daerah Aceh, buleukat kuneeng (ketan berwarna kuning) dengan tumphou, aneka buah-buahan, seperangkat pakaian wanita dan perhiasan yang disesuaikan dengan kemampuan keluarga pria. Namun bila ikatan ini putus di tengah jalan yang disebabkan oleh pihak pria yang memutuskan maka tanda emas tersebut akan dianggap hilang. Tetapi kalau penyebabnya adalah pihak wanita maka tanda emas tersebut harus dikembalikan sebesar dua kali lipat. 

Pesta Pelaminan

 

sebelum pesta perkawinan dilangsungkan, tiga hari tiga malam diadakan upacara meugaca atau boh gaca (memakai inai) bagi pengantin laki-laki dan pengantin perempuan. adat ini kuat dipengaruhi oleh india dan arab. namun sekarang adat tersebut telah bergeser menjadi pengantin perempuan saja yg menggunakan inai.
kemudian dilakukan persiapan untuk ijab kabul. Dahulu ijab kabul dapat dilakukan di KUA atau di meunasah musala dekat rumah tanpa dihadiri pengantin wanita. namun sekarang berkembang dengan ijab kabul yg dilakukan di Mesjid-Mesjid besar terutama di Mesjid Raya Baiturrahman, yang dihari kedua mempelai berserta keluarga dan undangannya. Ijab Kabul pengantin pria kepada wanita dihadiri oleh wali nikah, penghulu, saksi dan pihak keluarga. 


Biasanya lafaznya berupa bahasa aceh "ulon tuan peunikah, aneuk lon (apabila ayah perempuan yg mengucapkan)....(nama pengantin perempuan) ngon gata (nama pengantin laki-laki) ngon meuh...(jumlah mahar yang telah disepakati) mayam "
Jawabannya ulon tuan terimong nikah ngon kawen.. (nama pengantin) ngon meuh.. (jumlah mahar yang telah disepakati) mayam, tunai " Ada beberapa lafaz yang berbeda, disesuaikan dengan kesepakatan dan adat setempat.
Pesta pelamina dilakukan setelah melangsungkan ijab kabul antara sang calon pengantin laki-laki dengan pengantin perempuan, Baik dilakukan pada hari yang sama maupun pada lain hari, yaitu disebut juga acara tueng linto baro. pesta pelaminan ini bertujuan selain merayakan kebahagian juga untuk memperkenalkan kedua mempelai kepada seluruh kaum kerabat. 

Tueng Lintoe Baroe

 

Tueng Linto baroe (tueng-menerima, linto-laki-laki, baroe-baru) yaitu menerima pengantin pria adalah yaitu menerima pengantin laki-laki oleh pihak perempuan, penerimaan secara hukum adat atau dalam tradisi Aceh. Pengantin laki-laki datang ke pesta beserta rombogan (keluarga & kerabat). 

Rombongan disuguhkan hidangan khusus disebut idang bu bisan (idang-hidangan, bu-nasi bisan-besan). Setelah selesai makan, maka akan diadakan ritual "peusiejuk" bagi kedua mempelai. Kemudian rombongan linto baro minta izin pulang kerumahnya, sedangkan pengantin pria tetap tinggal untuk disanding dipelaminan hingga acara selesai. 




Tueng Dara Baroe

 

Tueng dara baroe adalah suatu hal yang dilakukan oleh pihak laki-laki dengan kata lain adalah penjemputan secara hukum adat atau dalam tradisi Aceh. Acara ini sama dengan yang diatas namun pihak perempuan yang pergi ke acara pihak laki-laki. 

Mahar (Jeulamee)

 

Dalam adat istiadat Ureung Aceh, hanya dikenal mahar berupa emas dan uang. Mahar ditiap aceh berbeda. Dibagian Barat Aceh mahar berupa emas yang diberikan sesuai kesepakatan, biasanya berjumlah antara belasan sampai puluhan mayam. Sedangkan didaerah Timur, mahar yang diajukan dibawah belasan tapi menggunakan uang tambahan yaitu disebut "peng angoh" (peng-uang, angoh-hangus), hal ini dilakukan untuk membantu pihak perempuan untuk menyelenggarkan pesta dan membeli isi kamar. Mahar biasanya ditetapkan oleh pihak perempuan dan biasanya kakak beradik memiliki mahar yang terus naik atau minimal sama. Namun semua hal tentang mahar ini dapat berubah-ubah sesuai kesepakatan kedua belah pihak. 

Idang & Peuneuwoe

 

Idang (hidang) danPeunuwo atau pemulang adalah hidangan yang diberikan dari pihak pengantin kepada pihak yang satunya. Biasanya pada saat Intat linto baro (mengantar pengantin pria), rombongan membawa Idang untuk pengantin wanita berupa pakaian, kebutuhan dan peralatan sehari-hari untuk calon istri. dan pada saat Intat dara baro (mengantar pengantin wanita), rombongan akan membawa kembali talam yg tadinya diisi dgn barang-barang tersebut dgn makananan khas aceh seperti bolu, kue boi , kue karah , wajeb, dan sebagainya, sebanyak talam yang diberikan atau boleh kurang dengan jumlah ganjil. Adat membawa-bawa baik barang ataupun kue dalam adat Aceh sangatlah kental apalagi dalam sebuah keluarga baru. Saat pengantin baru merayakan puasa pertama atau lebaran pertama dan pergi kerumah salah satu kerabatnya untuk pertama kali maka wajiblah dia membawa makanan. Dan adat ini terus berlangsung hingga sang istri punya anak, yakni mertua membawa makanan dan sang istri membalasnya. 

Peusijuek

 

Peusijuek (pendingin) adalah adat istiadat aceh dari India juga, namun sudah beradaptasi dengan budaya Islam. Peusijuek dilakukan untuk memberi semangat, doa dan restu kepada orang yg dituju. pada pernikahan maka kedua belah pihak keluarga akan melakukan Peusijuek ditiap kesempatan. biasanya sebelum dan setelah ija kabul, ketika dipelaminan di kedua acara. Peusijuek adalah salah satu tradisi Aceh yang dilakukan pada kegiatan apapun seperti naik haji, mempergunakan barang baru seperti rumah atau kendaraan, bayi yang turun tanah, ibu yang hamil dan sebagainya.
Adat diatas adalah adat yg biasanya dilakukan suku aceh. Hal ini suatu tradisi atau kebiasaan yang tidak pernah hilang di dalam kultur budaya Pidie, Aceh Besar, Bireuen dan sekitarnya. Untuk daerah timur dan sekitarnya yaitu untuk suku-suku lainnya, mungkin ada beberapa penambahan dan pengurangan. 


Kamis, 27 Oktober 2011

aku tahu...


Aku tau…aku sangat tau..
Dari awal akan seperti ini…
Aku tau…aku sangat tau..
Perjumpaan qt hanya untuk mengucapkan selamat tinggal..
Dulu.. dari jauh.. kemudian disamping.. sekarang didepan..
Tapi tetap selamat tinggal.
Aku tidak akan berkata apapun atau mengeluh.
Krn dari dulu aq hanya bisa memandangmu dr jauh.
Dan kau jg memandangku dr jauh.
Bahkan tanpa senyum.
Selamat tinggal..
Slamat tinggal!